Teruntuk Lelakiku,
surat ini kubuat tanpa tau sejauh mana kamu—juga aku telah melangkah
untuk saling menemukan. Maaf aku tak mencantumkan namamu di sini, pun
alamatmu. Yang pasti, ini kutulis untuk kamu; lelaki terakhirku.
Lelakiku, ketahuilah betapa hebatnya aku. Aku kuat, meski begitu tak
berarti perjalananku menujumu kulalui tanpa lelah. Satu, dua, tiga..,
entah berapa banyak lelaki yang telah menjadi persinggahan, tempatku
sejenak mengistirahatkan hati, menaruh harap, mencari-cari, apakah itu
kamu? Tapi tidak. Bukan.
Lelakiku, ceritaku bersama mereka di masa lalu tak melulu tentang
kebaikan, tak melulu tentang kebahagiaan. Aku pernah menyakiti, aku
pernah disakiti, aku pernah mengkhianati dan telah merasakan sakitnya
dikhianati. Maka kali ini, izinkan aku memantaskan diri, agar kelak tak
ada lagi perlakuanku yang menyakitkan. Sebab aku ingin menjaga, aku
ingin kau jaga.
Lelakiku, bisa cepat datangi aku? Aku ingin segera kau nikahi. Aku
lelah bermain-main, aku lelah dipermainkan. Aku ingin kamu. Aku ingin
cintaku lekas menetap di hati yang seharusnya, yang sepantasnya.
Lelakiku, cincin yang kau lingkarkan di jari manisku pada hari
pernikahan kita nanti akan menjadi bukti kecil bahwa aku adalah milikmu.
Selebihnya biar kubuktikan di hari-hari selanjutnya, sepanjang waktu di
sisa umurku.
Lelakiku, kepada kamu yang menyempurnakan hidup dan agamaku, aku bisa
memastikan selamanya kamu akan menjadi satu-satunya. Kelak kamu boleh
berbangga hati memiliki aku, sebagai teman hidup, sebagai perempuan
terakhirmu.
Lelakiku, boleh tau siapa namamu?
Depok, 24 September 2012
Surat Untuk Lelaki Terakhirku,
semoga itu kamu.
oleh - @fitriandiani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar