Kamis, 31 Mei 2012

C

Seperti hikayat cinta sepasang kekasih di negeri ini, Bapak BJ Habibie dan Almarhummah Ibu Ainun, tentang kecintaan dan kesetiaan keduanya, Aku sangat mengagumi mereka, bahkan sepasang kekasih mana yang tak silau akan prosa cinta beliau? ...
Bahwa cinta adalah kooperasi. Tak ada mencintai atau dicintai yang benar adalah saling mencintai. Tak ada tuntutan untuk setia yang benar adalah ketulusan ...
"mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau
ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga
aku mampu mencintaimu seperti ini" -BJ Habibie

. . .




Kemudian Seorang sahabat, aku tertarik untuk membahas narasinya. Semuanya terlihat sempurna, seharusnya  memang sempurna. Walau mungkin sejauh ini pandanganku hanya sebatas pengamat.

Bahwa ternyata jarak mampu membunuh ke-afdal-an cinta yang seharusnya sudah ada. Lelucon yang mereka tertawakan saat bersama, tidak akan sehangat ketika jarak telah dihadirkan. Sajak cinta yang pernah terucap, tidak lagi semanis ketika lagi-lagi jarak menjadi penengah kemudian menyungkup pandangan dua pasang mata. Delusi yang mereka ciptakan akan semakin terasa irasional. Kemudian fatalnya, Setia bukan lagi zat yang patut mereka hadirkan.

Tapi, apakah cinta hanya tentang jarak? Apakah cinta hanya tentang kehadiran? Apakah cinta hanya tentang waktu? Lalu bagaimana dengan mimpi yang telah sama-sama dibangun? Bagaimana dengan narasi yang telah sama-sama dilakoni? Bagaimana dengan komitmen yang telah sama-sama disepakati?

Cinta bukan hanya tentang kebersamaan. Naif sekali rasanya, ketika space jari-jari saling mengisi, cinta seolah paling diagungkan. Kemudian hilang saat terisolasi oleh ratusan kilometer. Lucu aku mendengarnya, ya mungkin tidak lagi lucu kalau saja aku yang jadi lakon di situ, lagi-lagi aku katakan aku hanya pengamat.

Kemudian tentang apa yang dikatakan Bapak BJ Habibie; bahwa laki-laki memiliki kecenderungan mendua. Apakah itu tidak terdengar sumbang? Apakah karena laki-laki kemudian sah jika mendua? Apakah semua wanita harus sehebat ibu Ainun untuk mendapatkan sebuah kesetiaan? Bukankah menurutku semua kembali pada diri masing-masing? Menurutku setia adalah prinsip, bukan hanya pada wanita hebat seperti Ibu Ainun laki-laki harus setia, bukan hanya pada kekasih yang ada di dekapnya laki-kaki harus setia. Tetapi kepada prinsip lah laki-laki harus setia. Kepada wanita lemah, kepada janji, kepada mimpi, kepada waktu, bahkan kepada jarak. laki-laki maupun wanita harus tetap setia.
"Maka, ketika apa yang aku tulis ini akan berakhir, aku mulai mengingat apa tujuanku menulis ini. Aku membutuhkanmu. Karena seperti apa yang telah aku katakan sebelumnya, tanpa kamu, aku pelupa. Aku mau kamu terus ada didekatku untuk tetap mengingatkanku ketika aku lupa, mengingatkanku ketika apa yang kuperbuat salah, mengingatkanku untuk terus menyayangimu atas segala alasan yang ada, mengingatkanku untuk tetap membuatmu bahagia meski kita terpisah jarak, dan mengingatkanku akan segala janji - janji yang belum terbukti hingga saat ini" -Hazmi Iskandar

. . .



Diana Monica,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar