Aku berbisik pada angin tentang ketidaksanggupanku dalam mencintainya. Bukan karena tak pantas bukan juga kurang indah. Hanyalah kesempurnaannya yang begitu membuat keberadaan perasaan ini tak lagi perlu. Maka aku adalah cahaya lilin di tengah gemerlap kota.
Kemudian aku berbisik pada ujung daun-daun yang bergesekan terhilir angin. Betapa mencintainya adalah nafas bagi paru-paruku. Setiap detiknya adalah kebutuhan. Dan ketika mencintainya tak lagi aku sanggupi, mutlak biru sekujur tubuhku karna tak lagi mencintainya barang semenit saja. Maka aku adalah tonggak panjang di tengah badai halilintar.
Hay angin, bisikan di telinganya, mencintainya adalah kebutuhan di setiap detikku. Hay daun, bisikan di telinga yang satunya kesempurnaanya begitu benderang menyeliaukan segalanya apalagi seorang kecil seperti aku. Aku tak mampu bukan tak mau. Maka aku adalah jantung yang berhenti bedetak.
Diana Monica,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar